Friday, November 9, 2007

Handphone berbunyi ketika solat....

hukum mematikan ‘handphone' sewaktu solat jemaah dan solat secara individu adalah wajib (dimestikan).

Ini kerana :-

1) Tegahan dari terpesong minda & hati : Nabi tidak membenarkan umatnya terpesong minda, hati dan wajah semasa menunaikan solat. Tegahan Nabi ini boleh dilihat dari hadith berikut:-

إن الرجل لينصرف وما كتب له إلا عشر صلاته تسعها ثمنها سبعها سدسها خمسها ربعها ثلثها نصفها

Ertinya : " Seseorang yang beransur dari solatnya dituliskan baginya pahala dari persepuluh pahala solatnya, 1/9,1/8, 1/7, 1/6, 1/5, 1/4, 1/3 atau ½ " ( Riwayat Abu Daud dan An-Nasaie , Shohih menurut Ibn Hibban )

فإن هو قام وصلى فحمد الله تعالى وأثتى عليه ومجده بالذي هو أهل وفرغ قلبه لله تعالى إلا انصرف من خطيئته كيوم ولدته أمه

Ertinya : "Sesungguhnya seseorang yang berdiri dan solat serta memuja muji Allah SWT dengan pujian yang selayak bagiNya, serta mengosongkan hatinya bagi Allah SWT kecuali tatkala ia keluar dari dosa-dosanya seperti anak yang baru dilahirkan"( Riwayat Muslim)

المصلي يناجي ربه

Ertinya : "Sesungguhnya seseorang yang sedang bersolat adalah sedang bermunajat dengan tuhannya" ( Riwayat Al-Bukhari, no 413 ; Muslim , no 551 )

فإذا صَلَّيْتُم فَلا تَلتَفِتُوا , فإنّ اللهَ يَنْصِبُ وَجْهُه لِوَجْهِ عَبْدِهِ فِي صَلاتِهِ مَا لمْ يَلتَفِتْ

Ertinya : "Apabila kamu solat, janganlahkamu menoleh (ke sana sini yakni tidak fokuskan pandangan), kerana Allah SWT mengarahkan wajahNya ke wajah hambanya yang sedang bersolat selagi mana hambanya tidak menoleh ke lain" ( Al-Bukhari dan Abu Daud ; fath AL-Bari , 2/304 )

Justeru, difahami dari zahir dan objektif di sebalik tegahan-tegahan ini, kita akan mendapati mesej baginda SAW amat jelas untuk seseorang menumpukan hati dan mindanya kepada Allah SWT semasa solat. Dengan kumpulan dalil-dalil ini saya kira telah cukup untuk menunjukkan kepentingan dan kewajiban menutup hand phone semasa solat.

2) Tegahan dari menganggu ahli jemaah yang lain

Sebagaimana kita fahami, bahawa bunyi handphone ini mampu mengganggu seluruh ahli jemaah yang sedang menunaikan solat. Terutamanya jika ia bermuzik dengan lagu dangdut, pop, rock yang pelbagai maka sudah tentu dosa pelakunya lebih besar.

Keadaan ini dapat difahami dari tegahan Nabi SAW terhadap umat Islam yang datang ke masjid dengan setelah memakan makanan berbau dan busuk. Nabi SAW besabda :-

‏من أكل ثوما أو بصلا فليعتزلنا أو قال فليعتزل مسجدنا وليقعد في بيته

Ertinya : Barangsiapa yang makan bawang putih atau merah (yang tidak dimasak dan kuat baunya) maka jauhilah kami atau disebut : jauhilah masjid-masjid kami dan duduklah ia di rumahnya sahaja( Riwyaat al-Bukhari , no 808 )

Pernah juga diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri r.a bahawa Nabi SAW pergi beriktikaf di sebuah masjid lalu kedengaran bunyi bacaan al-Quran yang lantang di dalam masjid, lalu Nabi SAW segera menyelak langsir (kerana rumah nabi di sebelah masjid ) lalu berkata " Setiap kamu hendaklah bertutur secara peribadi dengan tuhanmu, justeru janganlah seorang kamu menganggu yang lain dengan meninggikan suaranya semasa membaca al-Quran " ( Riwayat Abu Daud : 1332)

Kesimpulannya, wajib menutup hand phone semasa solat sendirian dan berjemaah. Sekiranya terlupa dan handphone berbunyi, maka wajiblah bergerak sedikit untuk menutupnya.

Pergerakan

Pergerakan ini tidak membatalkan solat kerana ia adalah pergerakan wajib, sebagaimana Nabi SAW mengizinkan untuk membunuh binatang bisa kecil semasa solat. Diriwayatkan

أن النبي ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏أمر بقتل الأسودين في الصلاة العقرب والحية

Ertinya : Sesungguhnya Nabi SAW mengarahkan agar membunuh dua binatang bias walaupun ketika solat iaitu kala dan ular (jika ia menghampiri ketika solat) ( Riwayat Ibn Majah, no 1235 )

Hasilnya, jelas kita dapat memahami bahawa wajib juga bagi seseorang untuk bertindak ‘membunuh' bunyi handphone nya yang mengganggu jika berbunyi kerana ia amat berbahaya dan merosakkan ketenangan orang sedang solat, sebagaimana bahayanya kala dan ular.

Thursday, November 1, 2007

Wajibkah Shalat Lima Waktu Berjamaah ?


Shalat berjama'ah adalah termasuk dari sunnah (yaitu jalan dan petunjuknya) Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada 'udzur yang syar'i.

Bahkan ketika Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat berjama'ah di masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakar untuk mengimami para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjama'ah di masjid.

Kalau kita membaca dan memperhatikan dengan sebaik-baiknya Al-Qur`an, As-Sunnah serta pendapat dan amalan salafush shalih maka kita akan mendapati bahwa dalil-dalil tersebut menjelaskan kepada kita akan wajibnya shalat berjama'ah di masjid/mushalla.

Diantara dalil-dalil tersebut adalah:
1. Dari dalil yang menunjukkan wajibnya shalat berjama'ah adalah firman Allah Ta'ala: "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'." (Al-Baqarah:43).

Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat berjama'ah: "Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya: "Dan ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'." (Al-Baqarah:43).

Allah Ta'ala memerintahkan ruku' bersama-sama orang-orang yang ruku', yang demikian itu dengan bergabung dalam ruku' maka ini merupakan perintah menegakkan shalat berjama'ah. Mutlaknya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya." (Bada`i'ush-shana`i' fi Tartibisy-Syara`i' 1/155 dan Kitabush-Shalah hal.66).

2. Perintah melaksanakan Shalat berjama'ah dalam keadaan takut
Tidaklah perintah melaksanakan shalat berjama'ah dalam keadaan biasa saja, bahkan Allah telah memerintahkannya hingga dalam keadaan takut. Allah berfirman: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata…". (An-Nisa`:102).

Maka apabila Allah Ta'ala telah memerintahkan untuk melaksanakan shalat berjama'ah dalam keadaan takut maka dalam keadaan aman adalah lebih ditekankan lagi (kewajibannya). Dalam masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: "Ketika Allah memerintahkan shalat berjama'ah dalam keadaan takut menunjukkan dalam keadaan aman lebih wajib lagi." (Al-Ausath fis Sunan Wal Ijma' Wal Ikhtilaf 4/135; Ma'alimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy 3/5).

3. Perintah Nabi untuk melaksanakan shalat berjama'ah
Al-Imam Al-Bukhariy telah meriwayatkan dari Malik bin Al-Huwairits: Saya mendatangi Nabi dalam suatu rombongan dari kaumku, maka kami tinggal bersamanya selama 20 hari, dan Nabi adalah seorang yang penyayang dan lemah lembut terhadap shahabatnya, maka ketika beliau melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda: "Kembalilah kalian dan jadilah bersama mereka serta ajarilah mereka dan shalatlah kalian, apabila telah datang waktu shalat hendaklah salah seorang diantara kalian adzan dan hendaklah orang yang paling tua (berilmu tentang Al-Kitab & As-Sunnah dan paling banyak hafalan Al-Qur`annya) diantara kalian mengimami kalian." (Hadits Riwayat Al-Bukhari no. 628, 2/110 dan Muslim semakna dengannya no. 674, 1/465-466).
Maka Nabi yang mulia memerintahkan adzan dan mengimami shalat ketika masuknya waktu shalat yakni beliau memerintahkan pelaksanakannya secara berjama'ah dan perintahnya terhadap sesuatu menunjukkan atas kewajibannya.

4. Larangan keluar dari masjid setelah dikumandangkan adzan
Sesungguhnya Rasulullah melarang keluar setelah dikumandangkannya adzan dari masjid sebelum melaksanakan shalat berjama'ah. Al-Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: "Rasulullah memerintahkan kami, apabila kalian di masjid lalu diseru shalat (dikumandangkan adzan-pent) maka janganlah keluar (dari masjid, red) salah seorang diantara kalian sampai dia shalat (di masjid secara berjama'ah-pent) (Al-Fathur-Rabbani Li Tartib Musnad Al-Imam Ahmad no. 297, 3/43).

5. Tidak Ada Keringanan dari Nabi bagi Orang yang Meninggalkan Shalat Berjama'ah
Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada 'Abdullah Ibnu Ummi Maktum untuk meninggalkan shalat berjama'ah dan melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa 'udzur sebagai berikut:
a. Keadaannya yang buta,
b. Tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid,
c. Jauhnya rumahnya dari masjid,
d. Adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang menghalanginya antara rumahnya dan masjid,
e. Adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan
f. Umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah rapuh.

Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang mengantarkanku ke masjid". Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan. Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu berkata: "Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?" ia menjawab "benar", maka Rasulullah bersabda: "Penuhilah panggilan tersebut."
Dan juga banyak dalil-dalil lainnya yang menunjukkan akan wajibnya shalat berjama'ah di masjid bagi setiap muslim yang baligh, berakal dan tidak ada 'udzur syar'i baginya